Geluti Kecemasan hingga Stigma Negatif di Masyarakat
BERITA KESEHATAN

Geluti Kecemasan hingga Stigma Negatif di Masyarakat

Marioqqlounge Geluti Kecemasan hingga Stigma Negatif di Masyarakat Pandemi COVID-19 yang kini masih berlangsung menjadi medan perang bagi tenaga medis di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia.

Tak mudah bagi mereka untuk berjuang dalam menangani pasien COVID-19, mengingat virus ini memiliki risiko penularan yang sangat tinggi dan tidak terkendali.

Menangani pasien COVID-19 tak hanya menjadi tugas utama para tenaga medis ini—mulai dari dokter, perawat, dan pekerja rumah sakit.

Mereka pun harus memastikan diri mereka agar tetap sehat dan meminimalisir risiko penularan COVID-19, sekalipun mereka berada di zona merah.

Terlepas dari itu, di tengah berlangsungnya pandemi, para tenaga medis yang sebenarnya merupakan pejuang yang bertempur melawan COVID-19 di garda terdepan,

justru kerap dikaitkan dengan stigma negatif bahwa mereka adalah pembawa virus.

Geluti Kecemasan hingga Stigma Negatif di Masyarakat

Munculnya stigma dan diskriminasi di masyarakat terhadap para tenaga medis ini terjadi di beberapa kotadi Indonesia, termasuk Jakarta.

Berada di zona merah dan menangani pasien COVID-19 setiap harinya, membuat banyak pejuang medis tak diterima di tempat tinggal mereka,

selain mereka juga khawatir untuk pulang karena takut membawa virus dekat dengan keluarga mereka. Akhirnya, selama menjalankan tugas mulianya,

banyak dari tenaga medis terpaksa tinggal di rumah sakit dan berpisah berbulan-bulan dari keluarganya.Sayangnya,

ruangan-ruangan yang tersedia di rumah sakit bukanlah tempat yang ideal bagi para pejuang medis ini untuk melepas rasa lelah fisik dan mental.

Denda Sopiyatna, salah satu perawat di RSPAD Gatot Subroto yang sehari-hari menangani pasien COVID-19, merasakan sendiri adanya stigma negatif masyarakat terhadap tenaga medis yang menangani COVID-19.

“Stigma itu membuat kami merasa dipinggirkan. Saya harus berbesar hati menghadapi stigma masyarakat dan juga berjuang dengan rasa takut berhadapan dengan COVID-19,”

ujar Denda. Ia dan rekan-rekannya sesama pekerja medis memahami bahwa pekerjaan mereka sangat berisiko.

“Yang kami takutkan adalah pulang ke rumah dan akan menularkan penyakit ini kepada keluarga kami. Selama ini, beberapa tim medis dari kami ada yang tinggal sementara di rumah sakit.

Mereka terus berjuang agar pandemi ini selesai. Saya akan merasa lega jika ada pihak yang tergerak membantu menyediakan penginapan bagi kami, agar kami dapat beristirahat dengan nyaman tanpa khawatir menularkan virus kepada keluargasehingga kami bisa tetap semangat melanjutkan perjuangan di garda terdepan melawan COVID-19,”ungkap Denda.

Menurutnya, ketersediaan tempat beristirahat untuk tenaga medis di masa pandemi menjadi salah satu kebutuhan yang harus dipenuhi.

Ia berharap permasalahan ini dapat terjawab melalui program-program seperti #TempatSinggahPejuangMedis yang diinisiasi oleh Yayasan Habitat for Humanity Indonesia,

bekerja sama dengan dompet digital DANA serta platform crowdfundingKitabisa.com dan BenihBaik.com.

Sementara itu, dr. Hendrawan Kantawijaya, salah satu dokter di RSPAD Gatot Subroto yang sehari-hari menangani pasien COVID-19 juga mengakui kekhawatirannya untuk pulang ke rumah.

“Sebagai dokter yang menangani pasien COVID-19 di kala pandemi ini, kami memang tidak dianjurkan untuk kembali ke rumah karena tenaga medis lebih rentan dan lebih berisiko terpapar COVID-19,” ujarnya.

Senada dengan Denda dan dr. Hendrawan, Puji, perawat yang juga bekerja di RSPAD Gatot Subroto,

mengakui bahwa dirinya sempat merasakan terpaksa pulang ke rumahnya di kawasan Ciputat, Tangerang Selatan. Karena tak bisa menggunakan transportasi publik,

ia mau tak mau harus mengendarai motor untuk pergi bekerja dan pulang ke rumahnya.

“Di awal masa pandemi, saya biasapulang ke rumah di waktu subuh. Ada ketakutan jika di jalan ada begal. Lain lagi sesampai di rumah,

saya harus menjaga jarak karena Ibu saya punya riwayat penyakit diabetes dan Ayah saya punya hipertensi. Mereka sangat berpotensi terserang COVID-19.

Saya sedih, tapi akhirnya saya bersyukur karena sekarang sudah mendapatkan tempat singgah.

Meski harussahur dan berbuka puasa tanpa keluarga, setidaknya saya merasa lebih tenang,” ujar Puji.

Meski beberapa tenaga medis telah mendapatkan tempat singgah yang layak dan aman untuk beristirahat, tapi perjuangan belum selesai.

Hingga saat ini, donasi #TempatSinggahPejuangMedis yang terkumpul baru mengakomodasi sekitar 30% dari total tempat singgah untuk 600 tenaga medis yang menjadi target awal.

Dukungan bagi gerakan #TempatSinggahPejuangMedis masih terus diharapkan untuk menyediakan tempat beristirahat yang layak dan nyaman,

serta memenuhi standar keamanan dan kesehatan bagi para tenaga medis Indonesia yang bertugas menangani pasien COVID-19.

SUMBER : MARIOQQ

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *